SEJARAH GAJAH MADA
Pemerintah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, membentuk tim untuk
penelusuran sejarah Gajah Mada. Tim
diarahkan pada penggalian data menyangkut kemungkinan bahwa Maha Patih
Majapahit yang dikenal dengan Sumpah Palapa itu berasal dari Lamongan.
Tim yang dibentuk oleh Bupati Masfuk dan mulai bekerja pekan ini diperkuat sejumlah budayawan. Pelaksana tugas Asisten Administrasi Lamongan, Aris Wibawa, kemarin mengatakan tim akan melakukan riset sejarah Gajah Mada di sejumlah museum di Surabaya, juga Trowulan, Mojokerto, dan beberapa tempat peninggalannya.
Tim yang dibentuk oleh Bupati Masfuk dan mulai bekerja pekan ini diperkuat sejumlah budayawan. Pelaksana tugas Asisten Administrasi Lamongan, Aris Wibawa, kemarin mengatakan tim akan melakukan riset sejarah Gajah Mada di sejumlah museum di Surabaya, juga Trowulan, Mojokerto, dan beberapa tempat peninggalannya.
(Patung
Patih Gadjah Mada di Lokasi Air Terjun Eksotis yg keren, Madakaripura
Probolinggo)
Aris menyebutkan, dalam seminar dan rembuk budaya di Lamongan beberapa
waktu lalu, dibahas keberadaan dan asal-usul Gajah Mada. Budayawan Lamongan
Viddy A.D. Daery menyebutkan sejumlah cerita rakyat mengisahkan bahwa Gajah
Mada adalah anak kelahiran Desa Mada (sekarang Kecamatan Modo, Lamongan). Di
zaman Majapahit (1293-1527), wilayah Lamongan bernama Pamotan.
Berdasarkan cerita rakyat, Gajah Mada adalah anak Raja Majapahit secara
tidak sah (istilahnya lembu peteng atau anak haram) dengan gadis cantik anak
seorang demang (kepala desa) Kali Lanang. Anak yang dinamai Joko Modo atau
jejaka dari Desa Mada itu diperkirakan lahir sekitar tahun 1300.
Kakek Gajah Mada, yang bernama Empu Mada, membawa
Joko Modo ke Desa Cancing, Kecamatan Ngimbang. Wilayah yang lebih dekat dengan
Biluluk, salah satu pakuwon di Pamotan, benteng Majapahit di wilayah utara.
Sedangkan benteng utama berada di Pakuwon Tenggulun, Kecamatan Solokuro.
Salah satu bukti fisik bahwa Gajah Mada lahir di
Lamongan ialah situs kuburan Ibunda Gajah Mada di Desa Ngimbang. Digambarkan,
Joko Modo ketika itu berbadan tegap, jago kanuragan didikan Empu Mada. Di
kemudian hari, dia diterima menjadi anggota Pasukan Bhayangkara (pasukan elite
pengawal raja) di era Raja Jayanegara.
Ia menyelamatkan Jayanegara yang hendak dibunuh Ra
Kuti, patih Majapahit. Gajah melarikan Jayanegara ke Desa Badander (sekarang
masuk wilayah Bojonegoro) di wilayah Pamotan. Dari bukti-bukti itu, tim
pelacakan Gajah Mada akan membuat dokumen. Tim akan bekerja sekitar enam bulan
langsung di bawah pengarahan bupati.
Pada masa kepemimpinan Patih Gajah Mada ini nusantara kita pernah mengantarkan kerajaan Majapahit menjadi sebuah kerajaan terbesar sepanjang sejarah, wilayah kekuasaannya yang begitu luas yang meliputi Sumatera,semenanjung Malaya, Borneo (kalimantan), Sulawesi, Kepulauan Nusa tenggara, Maluku,Papua, dan sebagian kepulauan Filipina.
Pada masa kepemimpinan Patih Gajah Mada ini nusantara kita pernah mengantarkan kerajaan Majapahit menjadi sebuah kerajaan terbesar sepanjang sejarah, wilayah kekuasaannya yang begitu luas yang meliputi Sumatera,semenanjung Malaya, Borneo (kalimantan), Sulawesi, Kepulauan Nusa tenggara, Maluku,Papua, dan sebagian kepulauan Filipina.
Dimana letak kemisteriusan seorang gajah mada. Gajah
Mada, sampai sekarang tidak ada bukti tertulis mengenai tempat dan tanggal
lahirnya. Ia memulai karirnya di Majapahit sebagai bekel Prabu Jayanagara
(1309-1328) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti, ia diangkat sebagai Patih
Kahuripan pada 1319. Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri. ada
sedikit dasar tentang kenapa dia dianggap dari daerah Modo - Lamongan. di
daerah Cancing Ngimbang banyak ditemukan prasasti - prasasti yang diduga kuat
peninggalan Majapahit, dan lagi pula daerah ini adalah yang terdekat dengan
perbatasan Lamongan - Mojokerto. tepatnya di daerah Mantup, 20 kilometer
selatan Lamongan. jadi sangat mungkin bila Gajah Mada berasal dari Lamongan.
mengingat kuatnya bukti bukti prasasti yang ada di daerah inibahkan tempatnya
juga sangat teratur sebagai tanah perdikan. termasuk beberapa makam kuno
prajurit. juga makam kuno yang diduga kuat sebagai makam ibunda Gajah Mada.
Nyai Andong Sari.
Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Aryo Tadah
(Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Ia menunjuk Patih Gajah
Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung
menyetujui. Ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta
dan Sadeng yang saat itu sedang melakukan pemberotakan terhadap Majapahit. Keta
& Sadeng pun akhirnya takluk. Patih Gajah Mada kemudian diangkat secara
resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi sebagai patih di Majapahit (1334).
Sumpah Palapa
Pada waktu pengangkatannya ia mengucapkan Sumpah
Palapa, yakni ia baru akan menikmati palapa atau rempah-rempah yang diartikan
kenikmatan duniawi jika telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana
tercatat dalam kitab Pararaton berikut:
“ Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada : Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa ” ( Gajah Mada sang Maha Patih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada "Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa (kebahagiaan) )
“ Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada : Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa ” ( Gajah Mada sang Maha Patih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada "Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa (kebahagiaan) )
Walaupun ada sejumlah (atau bahkan banyak) orang
yang meragukan sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan
Nusantara. Bedahulu (Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya),
Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatra) telah
ditaklukkan. Lalu Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, dan
sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga
(Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang,
Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung,
Tanjungkutei, dan Malano.
Di zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389)
yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Patih Gajah Mada terus mengembangkan
penaklukan ke wilayah timur seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi,
Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Makassar, Buton,
Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan
(Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.
Perang Bubat
Dalam Kidung Sunda diceritakan bahwa Perang Bubat
(1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda
sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda,
dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan
pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa
menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit.
Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak
seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu
menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah
ayahanda dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa
itu, Patih Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya.
(sepertinya inilah latar belakang dilarangnya seorang gadis Sunda untuk
mendapatkan suami Jawa...karena akan membangkitkan kenangan buruk di masa
lalu...)
Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit
berbeda. Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai
Mahamantri Agung yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang
raja menganugerahkan dukuh "Madakaripura" yang berpemandangan indah
di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan
bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia
memerintah dari Madakaripura.
Akhir hidup
Disebutkan dalam Negarakretagama bahwa sekembalinya
Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada
telah gering ato loro (sakit). Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun
1286 Saka atau 1364 Masehi. Hayam Wuruk kemudian
memilih enam Mahamantri Agung, untuk selanjutnya membantunya dalam
menyelenggarakan segala urusan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar